Halaman

Senin, 04 Juli 2011

Pemkab Lambar Tidak Peka Kesulitan Masyarakat

0 komentar
 
Laporan : Sisca
Editor : Erwin Maulidra Z
Liwa Pikiran Lampung

Fraksi Karya Baru Nasional Indonesia Raya (FKBNI) saat penyampaian pandangan umum fraksi-fraksi menilai, Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (Lambar), beberapa waktu lalu, menganggap pihak eksekutif tidak peka terhadap kesulitan yang dialami oleh masyarakat Lambar.
Ketua FKBNI DPRD Lambar, Mirzali, SS.SH mengatakan, naskah akademik yang dibuat dalam ajuan ranperda tersebut cenderung teoritis dan normatif, serta tidak berdasarkan pada situasi riil di masyarakat Lambar. “Naskah akademik tersebut patut dipertanyakan. Apakah ranperda RTRW ini dapat menjawab berbagai persoalan yang ada di kalangan masyarakat Lambar,” ujar Mirzalie.
Naskah akademik, kata dia, merupakan hasil kajian akademis yang seharusnya dapat lebih mengkonsentrasikan pembahasan terhadap penjelasan bentuk ketaatan, mekanisme, dan tata aturan yang akan diberlakukan.
Hal tersebut dapat tercapai jika pada tahapan penkajiannya dapat dilakukan semaksimal mungkin dengan melibatkan berbagai unsur dan stakeholder yang ada.
RTRW, kata dia, sangat erat kaitannya dengan pembahasan batas wilayah suatu daerah, terlebih dari segala penjuru di Lambar selalu berhadapan dengan tanah negara, terutama Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan hutan lindung.
“Kondisi tersebut tidak selalu memberikan atmosfir yang positif  bagi masyarakat Lambar, bahkan kerap terjadi konflik baik antar masyarakat, maupun antara masyarakat dengan aparat,” terangnya.
Perda tersebut nantinya, beber dia lagi, akan mempengaruhi hajat hidup orang banyak dan akan berlaku sekitar 20 tahun. Sehingga keberadaan dan aspirasi masyarakat sangat penting untuk dipertimbangkan, terlebih ketika daerah ingin menjadikan konservasi sebagai basis pengembangan wilayahnya.
Masyarakat, dapat menjadi subjek pendukung pelaksanaan konservasi, namun juga dapat menjadi pelaku pengrusakan. “Dengan demikian, uji publik menjadi keharusan guna melihat bagaimana hubungan masyarakat dengan kawasan konservasi yang ada. Jika perda ini dilaksanakan tanpa melalui uji publik terlebih dahulu, tentunya akan sulit dipertanggungjawabkan kepada masyarakat Lambar,” kata Mirzalie.
Terlebih, kata ketua DPD II Golkar Lambar itu, bila sudah menyangkut masalah tapal batas hutan negara, jika tidak dibahas secara baik dan ditentukan dengan jelas, maka akan menimbulkan konflik dan hal tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi masyarakat.

Leave a Reply