Halaman

Senin, 04 Juli 2011

BPDAS dan Rekanan Diduga ‘Rampok’ Dana APBN

0 komentar
 
  • Reboisasi Hutan Lampung 2010
Laporan : Birman Bazar
Editor : Erwin Maulidra Z
Bandarlampung Pikiran Lampung
Program reboisasi hutan di Provinsi Lampung yang didanai oleh APBN tahun 2010, diduga sarat penyimpangan. 

Disinyalir, dana program ini yang berjumlah milyaran rupiah telah ‘dirampok’ oleh Oknum Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Way Seputih Way Sekampung dan rekanan yang mengerjakan proyek tersebut.
Aroma peyimpangan program penamanan satu miliar pohon di Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Lampung melalui satker Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Way Seputih Way Sekampung ini, sangat kental terasa. Mulai dari proses lelang sampai dengan penyaluran bibit untuk penghijauan.
“Praktik KKN diduga kuat sudah berlangsung sejak proses lelang dan verifikasi perusahaan. Sebab, perusahaan yang ditetapkan terpilih sebagai pemenang diduga tidak memiliki persyaratan, seperti yang diatur dalam dokumen penawaran. Indikasinya, perusahaan terkait belum memperoleh rekomendasi atau izin penangkaran,” ungkap Direktur Eksekutif Bandar Lampung Coruption Watch (BLCW), Azwanizar, SE, saat bertandang ke Redaksi Pikiran Lampung, Jumat (30/6) lalu.
Untuk wilayah Lampung, kata dia, program tersebut dilaksanakan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Way Seputih Way Sekampung.
Dalam hal implementasinya, turut pula dilibatkan beberapa pihak, diantaranya satuan kerja (satker) Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Tanggamus bersama pihak ke tiga sebagai pelaksana kegiatan.
Lanjutnya, kendati bagi-bagi tugas sudah dilakukan secara sinergi, namun tidak menjamin prosesnya bisa berjalan mulus. Sebab belakangan ditengarai justru terendus gelagat praktik patgulipat dalam pelaksanaannya.
Menurutnya, nuansa korupsi kegiatan tersebut sangat kental. Hasil pantauan BLCW pada beberapa lokasi kegiatan, seperti di lokasi Reboisasi Pengkayaan Tanaman di Kecamatan Lemong, Kabupaten Lampung Barat.
Di bawah kewenangan satuan kerja (satker) TNBBS Tanggamus, pelaksanaan program di wilayah ini dibagi menjadi tiga blok.
Sementara, untuk urusan penyediaan barang dan jasa, telah ditunjuk satu perusahaan pada masing-masing blok.
Dia menuding, pelaksanaan kegiatan itu diduga carut marut. Hal ini semakin diperkuat dengan hasil temuan tim investigasi dan monitoring BLCW. Ternyata dugaan penyimpangan terus berlanjut hingga kelapangan.
Semestinya, kata dia, pada tiga blok yang memiliki luas areal garapan 900 hektar, pengadaan bibit ditangani oleh tiga perusahaan.
Adapun pembagian wilayah sebagai berikut  blok III yang diketuai Fajri,  memiliki wewenang untuk menangani 10 petak, dengan penyuplai bibit untuk lahan seluas 305 hektar tersebut dari CV. Putri Nuban.
Lalu pada blok IV yang diketuai Harun, dengan areal 10 petak dan luasan sekitar 325 ha, penyuplainya CV Loyal.
Kemudian diblok V yang diketuai Tarzaan effendi, terdiri dari 9 petak dengan luas lahan 270 ha, dan pelaksana pengadaan bibit CV Kusuma Andalas Perkasa.
“Hanya saja hasil penelusuran menunjukkan semua anggota (kelompok) blok mengaku tidak tahu menahu tentang keberadaan ketiga perusahaan yang dimaksud. Yang mereka tahu hanya satu orang, yang kerap muncul dan menyuplai bibit tanaman pad ketiga blok tadi,” bebernya.
Kongkalikong
Azwanizar mensinyalir telah terjadi rekayasa, sebab pemilik ketiga perusahaan tersebut, yaitu satu orang. “Seandainya dugaan tersebut benar adanya, maka bisa dipastikan sudah terjadi kongkalikong antara pihak BPDAS dengan rekanan,” terangnya.
Dia membeberkan hasil temuan lain, seperti pada pembagian alat kerja kepada masing-masing kelompok, yang tidak sesuai ketentuan. Misalnya pada pembagian cangkul. Berdasarkan juknis, setiap kelompok berhak menerima jatah 225 cangkul. Tapi kenyataannya yang diberikan hanya 5 buah.
Ketidaksesuain juga terjadi pada pendistribusian golok yang mestinya disalurkan sebanyak 175 buah, namun yang diterima ketua kelompok hanya 5 buah. Hal serupa juga terjadi pada pembagian arit.
Demikian pula pada pengadaan pos jaga. Dalam pelaksanaannya ketiga perusahaan tidak membuat pos baru, melainkan hanya merehab bangunan yang sudah ada. Padahal dalam RAB telah dianggarkan pembuatan pos jaga.
Dugaan ketidakberesan tidak hanya berhenti sampai disitu. Pada pembagian bibit juga terjadi pengurangan, dimana masing-masing pengurus kelompok mengaku tidak menerima bibit tanaman Ficus SP,  yang mestinya mereka terima sebanyak 100 batang bibit.
“Berdasarkan temuan itu, kami akan menindaklanjuti dan melaporkannya ke pihak terkait, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan lebih mendalam,” tegas Azwanizar.
Sementara itu, dari informasi yang diperoleh, ada beberapa tempat bibit penghijauan yang hanya dibayar di muka (DP) namun  bibit tersebut tidak pernah diambil atau disalurkan untuk program Penghijauan.
Sementara itu, ketika Pikiran Lampung berupaya mengklarisifikasi terkait hasil temuan BLCW tersebut melalui Via SMS, salah satu pegawai BPDAS Provinsi Lampung ini tidak bisa memberikan keterangan.

Leave a Reply