Halaman

Rabu, 22 Juni 2011

Perlindungan Hukum Terhadap Wartawan ‘Lemah’

0 komentar
 
Saat ini perlindungan hukum terhadap wartawan masih lemah. Untuk itu Aliansi Jurnalis Independent (AJI) Bandarlampung meminta kepada pihak penegak hukum tidak membeda-bedakan atau tebang pilih dalam memproses tindak pidana kekerasan terhadap wartawan yang kerap terjadi saat akan melakukan peliputan.
Laporan/Editor  Wawan
Bandarlampung Pikiran Lampung
Menurut Koordinator Divisi Advokasi AJI Bandarlampung, Hanafi Sampurna didampingi Ketua AJI Wakos Gotama, Selasa (21/6)lalu,  bahwa kekerasan terhadap wartawan yang diproses di pengadilan sangat rendah. Seharusnya proses pidana kekerasan terhadap wartawan jangan ditutup-tutupi.
Tapi harus diperoses ke meja hijau. Karena telah menghalangi tugas pers dan kekebasan pers sesuai Undang-undang yang berlaku. Seperti diketahui catatan yang dihimpun Ketua Divisi AJI Indonesia Margiyono, pada tahun 2010 terdapat 44 kasus kekerasan terhadap wartawan di Indonesia.
Tiga diantaranya kasus pembunuhan, tapi hanya satu kasus yang pelakunya ditangkap dan ditahan. “Sebanyak 44 kasus tersebut di antaranya dikategorikan sebagai kematian misterius, penganiayaan, intimidasi dan perampasan alat keperluan wartawan. Para pelaku dari kasus tersebut diduga polisi, mahasiswa, maupun masyarakat,” ujar Hanafi, saat menjabarkan data kekerasan terhadap wartawan di Lampung.
Dijelaskannya, bahwa dalam kurun 10 tahun terakhir, terdapat 651 kasus kekerasan terhadap wartawan. Diantaranya larangan liputan, pemukulan, pengancaman, teror kantor media sampai dengan pembunuhan. Dari ratusan kasus tersebut, hanya lima kasus yang dibawa ke ranah hukum. Kendala terbesar kasus kekerasan wartawan ada dalam peradilan, banyak pelaku yang justru dibebaskan.
Seperti diketahui sebelumnya pada tahun 2011 terdapat tiga kasus tindak kekerasan terhadap wartawan di Lampung. Dari data Aji Bandarlampung, setidaknya terdapat tiga kasus tindak kekerasan terhadap insan pers.
Pada Februari 2011 lalu, lima wartawan elektronik dan cetak, diantaranya Robertus Didik Tribun Lampung, Ruslan As Lampung TV, Fajar Aditya Radar Lampung, dan Jepry Radar TV diusir Kepala Kantor Kanwil Depkumham Lampung Rhuzief Chaniago. Kemudian 21 Maret 2011, seorang wartawan Lampung Post Hendry Sihaloho dilecehkan Humas PTPN VII Lampung. Terakhir April 2011, wartawan Radar Lampung Yusuf As yang kamera dan mobilnya dirusak oleh sejumlah massa saat bentrok polisi dan warga di Gunung Batin, Lampung Tengah.
“Dengan kejadian yang sering terjadi kami Aliansi Jurnalis Independent meminta agar penegak hukum dapat mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang melarang atau menghalangi wartawan untuk melakukan peliputan, karena saat ini informasi keterbukaan publik seharusnya sudah dipahami oleh masyarakat luas,” ujar Hanafi. 

Leave a Reply